mempelajari cara pemeriksaan visus
B.Dasar Teori
Visus (ketajaman penglihatan) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan (Gabriel, 1995 dalam Gita, 2009). Menurut Edi S. Affandi (2005) dalam Gita (2009), tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu.
Visus (ketajaman penglihatan) adalah ukuran, berapa jauh, dan detail suatu
benda dapat tertangkap oleh mata sehingga visus dapat disebut sebagai fisiologi
mata yang paling penting. Ketajaman penglihatan didasarkan pada prinsip tentang
adanya daya pisah minimum yaitu jarak yang paling kecil antara 2 garis yang
masih mungkin dipisahkan dan dapat ditangkap sebagai 2 garis (Murtiati dkk, 2010).
Dikenal beberapa titik
di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat
dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik
terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan
titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata
istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009).
Secara klinik kelainan
refraksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi visual, entah itu sebagai akibat perubahan biji
mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering dihadapi
sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma.
a)
Miopi
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengeryitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Miopia tampak bersifat genetika, tetapi pengalaman penglihatan abnormal seperti kerja dekat berlebihan dapat mempercepat perkembangannya. Cacat ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa bikonkaf (lensa cekung), yang membuat sinar cahaya sejajar berdivergensi sedikit sebelum ia mengenai mata (Ganong, 2002).
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengeryitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Miopia tampak bersifat genetika, tetapi pengalaman penglihatan abnormal seperti kerja dekat berlebihan dapat mempercepat perkembangannya. Cacat ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa bikonkaf (lensa cekung), yang membuat sinar cahaya sejajar berdivergensi sedikit sebelum ia mengenai mata (Ganong, 2002).
b)
Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau juling ke dalam (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Cacat ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata lensa cembung, yang membantu kekuatan refraksi mata dalam memperpendek jarak fokus (Ganong, 2002)
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau juling ke dalam (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Cacat ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata lensa cembung, yang membantu kekuatan refraksi mata dalam memperpendek jarak fokus (Ganong, 2002)
c)
Presbiopia
Presbiopia adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Keadaan ini dapat dikoreksi dengan memakai kacamata lensa cembung (Ganong, 2002).
Presbiopia adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Keadaan ini dapat dikoreksi dengan memakai kacamata lensa cembung (Ganong, 2002).
d)
Astigmatisma
Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan terlihat sebagai satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki kornea yang bulat telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur memiliki lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengatasi astigmatisma adalah lensa silinder. Tetapi pada umumnya, di samping lensa silinder ini, orang yang astigmatisma membutuhkan juga lensa sferik plus atau minus yang dipasang sesuai dengan porosnya (Youngson, 1995 dalam Gita, 2009).
Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan terlihat sebagai satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki kornea yang bulat telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur memiliki lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengatasi astigmatisma adalah lensa silinder. Tetapi pada umumnya, di samping lensa silinder ini, orang yang astigmatisma membutuhkan juga lensa sferik plus atau minus yang dipasang sesuai dengan porosnya (Youngson, 1995 dalam Gita, 2009).
Ketajaman penglihatan seseorang
dapat berkurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
1)
Kuat Penerangan atau Pencahayaan
Mata manusia sensitif terhadap kekuatan
pencahayaan, mulai dari beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux
di tengah terik matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar
2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam hari
dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti menambah daya,
tetapi kelelahan relatif bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan
mempertinggi kecelakaan.
Namun meskipun pencahayaan cukup, harus
dilihat pula aspek kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber
cahaya. Sinar yang salah arah dan pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan
pada obyek. Kilauan ini dapat menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga
penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi
menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras
silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat menyebabkan:
a.
Iritasi, mata berair dan kelopak mata
berwarna merah (konjungtivitis)
b.
Penglihatan rangkap
c.
Sakit kepala
d.
Ketajaman penglihatan merosot, begitu
pula kepekaan terhadap perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan
e.
Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan
konvergensi menurun
(Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990 dalam Gita, 2009).
2)
Waktu Papar
Pemaparan terus
menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam kerjanya melebihi
40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Yang dimaksud
dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat (Direktorat
Bina Peran Serta Masyarakat, 1990 dalam Gita, 2009). Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja
informal bekerja lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan adannya beban
tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan kelelahan.mental dan
kelelahan mata.
3)
Umur
Ketajaman penglihatan
berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40
tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu, kontras
dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama
(Suma’mur, 1996 dalam Gita 2000). Makin banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih,
berwarna kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa
kehilangan kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya untuk melengkung juga
berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata, sedang titik jauh pada
umumnya tetap saja.
4)
Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar
pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan
mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan tepat di
daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009).
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Visus penderita bukan
saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang
lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata
keseluruhan (Gabriel, 1995 dalam Gita, 2009). Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan
mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu
dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat
dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu uji
E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner.
Tajam penglihatan dan
penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori. Adapun penggolongannya adalah
sebagai berikut:
a. Penglihatan normal
Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.
b. Penglihatan hampir normal
Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu penyebabnya.
Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.
c. Low vision sedang
Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.
d. Low vision berat
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran
pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa
pembesar kuat. Membaca menjadi lambat.
e. Low vision nyata
Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat putih
untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan
kaca pembesar; umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset.
f. Hampir buta
Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak
bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.
g. Buta total
Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhny tergantung pada alat
indera lainnya atau tidak mata (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009).
Walaupun terdapat bukti bahwa pengukuran lain lebih tetap, tajam
penglihatan biasanya didefinisikan berdasakan pengertian ”minimum seperabik”
(daya pisah minimum) yaitu jarak yang paling kecil antara 2 garis yang masih
memungkinkan dipisahkannya dan dapat di ”ditangkap” sebagai 2 garis. Baris
terkecil yang dapat dibedakan oleh seseorang menunjukkan ketajaman penglihatan
yang dimilikinya. Tajam penglihatan n ormal adalah 6/6. visus dihitung
denganmengguankan rumus = d/D, dimana d adalah jarak antara alat dengan OP dan
D adalah jarak tertentu sehingga ia dapat membaca huruf dalam satu deret yang
seharusnya dapat dibaca oleh orang normal. Biasanya di atas tiap-tiap deret
ditulis D = .....m. contoh bila seseorang dapat membaca huruf dalam D = 10 m,
dalam jarak d = 6 m, maka visus orang tersebut 6/10.
Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki
dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam
kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak
terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap
sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat
dianggap separuh dri tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam
penglihatan dua kali normal.
Untuk
menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan
gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki
densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi
tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna
sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda
dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan
warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur.
C.Alat dan Bahan
1.optotype snellen
2.probandus
3.Trial caso ( kontak pencoba ) yg lain :
-1 set lensa spheris (+)
-1 set lensa spheris (-)
-1 set lensa cylindris (+) dan (-)
-pinhels
-stenopian
-1 set lensa berwarna (merah,biru,violet)
D.Cara Kerja
1.Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.probandus duduk pada jarak 6 meter dari optotype snellen
3.probandus di suruh untuk menutup mata kiri,lalu membaca huruf-huruf pd optotype
snellen dari mulai huruf paling besar sampai huruf plg kecil sampai probandus tidak bisa
membaca lagi,dilakukan secara bergantian dengan mata kanan
4.catat visusnya
E.Hasil Pengamatan
No
|
Probandus
|
Jarak baca
|
Kesimpulan
|
||
Kanan
|
Kiri
|
||||
1
|
I
|
15
|
15
|
Mata normal
|
|
2
|
II
|
80
|
40
|
Hypermetropi
|
|
3
|
III
|
40
|
15
|
Hypermetropi
|
|
4
|
IV
|
15
|
15
|
Mata normal
|
|
5
|
V
|
15
|
15
|
Mata normal
|
|
Mata kanan
|
Mata Kiri
|
6/6 Normal
|
6/6 Normal
|
6/80 Separuh
Normal
|
6/40 Separuh
Normal
|
6/40 Separuh
normal
|
6/6 Normal
|
6/6 Normal
|
6/6 Normal
|
6/6 Normal
|
6/6 Normal
|
F.Pembahasan
pada praktikum kali ini melakukan tes visus yaitu pemeriksa ketajaman mata/pemeriksaan mata.visus juga mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik dan buruknya fungsi mata secara keseluruhan,pemeriksaan visus mata dapat dilakukan mengunankan opototype snallen ,optotype snallen terdiri atas deretan huruf dengan ukuran yg berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar,huruf yg teratas adalah yg paling besar dan makin kebawah akan semakin kecil.
pada praktikum kali ini melakukan tes visus yaitu pemeriksa ketajaman mata/pemeriksaan mata.visus juga mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik dan buruknya fungsi mata secara keseluruhan,pemeriksaan visus mata dapat dilakukan mengunankan opototype snallen ,optotype snallen terdiri atas deretan huruf dengan ukuran yg berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar,huruf yg teratas adalah yg paling besar dan makin kebawah akan semakin kecil.
probandus harus membaca opototype snallen pada jarak 6 meter,karena pd jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan geristirahan dan tanpa akomodasi.
Pemerikasaan diawali dengan pembacaan dgn mengunakan mata kanan dengan terlebih dahulu menutup mata kiri,lalu di lakukan secara bergantian,penguji menunjuk huruf dari yg besar sampai terkecil,sampai probandus tidak melihat lagi ,ketajaman pengelihatan dinyatakan dalam pencahan,pembilang menunjukkan jarak probandus dgn opototye snallen,sedangkan penyebut adalah jarak probandus yg penglihatannya msh normal bs membaca huruf pd optotype snallen.
Pada praktikum kali ini probandus I,IV,dan V di dapatkan hasil NORMAL hal ini berarti probandus memiliki visus 6/6 berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,yg oleh org normal huruf tersebut dapat dilihat dari jarak 6 meter,visus mata antara kanan dan kiri tidak selalu sama.seperti yg terjadi pada probandus III mata kiri mempunyai visus 6/6 yg artinya NORMAL dan mata kanan 6/40 yg artinya probandus memiliki ketajaman penglihatan 6/40.visus mata tiap seseorg pasti berbeda-beda.hal ini di buktikan dari hasil pengamatan probandus I dan II yg mempunyai visus tidak sama,dalam prkatikum kali ini dapat di simpulkan bahwa probandus rata-rata memiliki mata normal dari percobaan probandus I,IV dan V sedangkan probandus II danIII memiliki kelainan rabun jauh.
Rabun jauh /myopi diartikan mata mampu untuk melihat dgn jelas benda dalam jarak jauh,rabun jauh di sebabkan karena jarak titik api lensa mata lebih pendek/lensa mata terlalu cembung sehingga bayangan mata jatuh di depan retina.cara mengatasi rabun jauh/myopi adalah dengan memakai kaca mata lensa cekung ( kaca mata minus ) kaca mata minus akan membantu mendapatkan bayangan tepat pada retina.
G.Kesimpulan
1.pemeriksaan visus mata menggunakan optotype snallen
2.data akomodasi setiap mata tidak sama atau berbeda-beda
3.dikatakan normal bila visus nya 6/6
4.visus adalah tes ketajaman mata
H.Daftar Pustaka
1.Buku petunjuk praktikum anatomi fisiologi manusia
I.Lampiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar